Desaku yang kucinta - pujaan hatiku - tempat ayah dan bunda - dan handai taulanku - tak mudah kulupakan - tak mudah bercerai - selalu kurindukan - desaku yang permai . . .

Kamis, 31 Maret 2011

Televisi Berwarna

Televisi berwarna bukan hal yang baru saat ini. Namun, pada masa kecilku dulu, barang ini merupakah suatu 'keajaiban' bagi penduduk desa kami, yang biasanya nonton televisi hitam putih!

Sekitar tahun 1981an, sebuah televisi berwarna muncul dan dipajang di toko penjual alat-alat elektronik di desa Ngunut. Dan, banyak orang-orang desa (termasuk aku he he he) yang bela-belain nonton di toko itu, hanya untuk melihat gambar televisi yang berwarna!

Dan, beberapa waktu kemudian, muncul lagi produk baru : VIDEO KASET. Wah... sangat-sangat menghebohkan (bagiku hi hi hi).

Senin, 28 Maret 2011

Pabrik Kacang di Ngunut (1975-1980an)

Di Ngunut, ada beberapa home industri yang memproduksi 'pabrik kacang shanghai' (begitu kami menyebutnya). Banyak merk-merk terkenal. Dan, salah seorang tetanggaku (beberapa rumah dari rumahku, ke kanan) juga menggoreng kacang2 itu setiap hari.

Mereka mempunyai beberapa karyawan yang bekerja di sana. Sepulang sekolah (SD), sering aku main ke sana - sebab anak pemilik rumah itu adalah temanku bernama Agus Wahyudi (biasa kami panggil Nyo Bie)...

Dan, sambil menyaksikan para pekerja yang menggoreng kacang2 itu, kadang kami mendapat beberapa rejeki - yang kami harapkan ha ha ha - berupa kacang sanghai gratis, dan bukan kacang yang dalam kondisi baik, bisa dijual. Yang kami terima dan makan dengan bebas adalah kacang yang 'rusak-tergabung-jadi-satu'... jadi besarrrr sebab kacang2 itu berlekatan satu sama lainnya.

No problem... yang penting - - - kacang gratis!

Dan... salah satu pabrik itu ada di WIKIMAP!



Contoh : Kacang Shanghai - atau Kacang Atom



Gambar diambil dari : INDONESIAN FOOD MART DOT COM.

Sabtu, 26 Maret 2011

Sego Bantingan Perdana -

Temukan artikel ini di TULUNGAGUNG DOT GO DOT ID

Kalau di Jogja ada Sego Kucing, di Tulungagung, tepatnya di Ngunut, juga ada makanan yang hampir serupa, Sego Bantingan (Smackdown Rice :D) namanya. Saya sendiri tidak tahu, kenapa dinamakan demikian, mungkin porsinya yang kecil, dan biasa dilempar-lempar ke keranjang jualan.



Tapi yang pasti, rasanya sangat cocok di lidah. Padahal, isinya hanya sekepal nasi dan beberapa sendok sambal goreng.

Silakan dicoba sendiri, datang saja ke Pacitan Lingkungan III, Desa Ngunut. Tepatnya, pertigaan traffic pasar Ngunut ke selatan, sebelum SPPBE Gangsar belok kiri ke jalan menuju bekas Bioskop Perdana. Di sana masih ada beberapa warung kopi yang juga jualan Sego Bantingan.

Malam hari, nongkrong di warung sambil mendengarkan obrolan ringan para bapak-bapak, disertai Sego Bantingan dan secangkir kopi, sejenak seperti lupa akan masalah yang ada di pikiran, orang bilang "[I]nyamleng banget[/I]".

Harganya murah, cuma dua ribu per bungkus. Buat saya, satu bungkus itu kurang, dua bungkus cukup, tiga bungkus mau tapi malu :D.

Lokasi:

Ledang

Aku tidak tahu, ini bahasa Jawa atau bahasa lain, tapi teman2 waktu SD dulu memberikan kata-kata ini. Di desa Ngunut, ada 2 bioskop misbar (= gerimis bubar), salah satu yang terkenal adalah bioskop "NIAGARA".

(Setelah cari di internet, temukan di ARTI KATA DOT COM, arti kata 'LEDANG' ini adalah : memperagakan diri (berjalan-jalan) supaya dilihat orang... ohhh gitu tohhh...)

Untuk mempromosikan film yang diputar, mereka menggunakan mobil pick-up, dan sekelilingnya diberi bambu / besi. Kemudian gambar (poster) film yang sedang diputar, dipasang di rangka itu. Nah, mobil ini berkeliling ke desa-desa, dengan mewartakan film yang akan diputar lewat loud-speaker yang dipasang.

"Mari saksikan nanti malam! Pertarungan pendekar-pendekar Shaolin dengan jurus-jurus maut mereka! Drama percintaan, Kungfu, dibintangi oleh bintang-bintang film terkenal saat ini : Fu Shen, David Chiang, Yastaki Kurata, Lo Lieh, Ti Lung, dan lain-lain!"

Lalu, sambil berbicara demikian, si penyiar membagikan kertas yang kami sebut 'Koran', biasanya bergambar film yang diputar, tanggal ditayangkan, dsb.

Pernah, satu kali saya ikut teman-teman untuk duduk di mobil itu, istilahnya "Ikut Ledang" (sorry kalau salah ingat istilah ini). Senang sekali, berkeliling desa (walau agak mabuk - aku suka mabuk waktu kecil kalau naik mobil).

Ini contoh satu lembar 'kertas koran bioskop' yang disebarkan itu (walau aku mendapatkannya di Surabaya, waktu hunting buku-buku dan majalah2 loakan). Ini gambar film SUPERMAN III, tahun 1981 di Surabaya.



Tampak depannya (sorry sudah sobek, tapi kulaminating)





Browsing di GOOGLE dengan kata "Bioskop Misbar", temukan artikel ini :

Apa film pertama yang Anda tonton di bioskop? Kalau saya, berhubung masa kecil saya dihabiskan di desa pantai utara yang jauh timana timendi, alias jauh dari kota, membuat saya tergolong manusia yang amat telat mengenal yang namanya bioskop. Bioskop yang bagus maksudnya. Kalau BSS alias Bioskop Sangat Sederhana sih ya tidak bisa dibilang telat. Rasanya sewaktu kecil pun saya jarang menonton TV malah. Gara-gara TV hitam putih kami tersambar petir, dan entah kenapa ibu saya ogah-ogahan sekali membeli yang baru. Saya sedih sekali waktu TV kami gosong itu, karena menganggap Chicha Koeswoyo, Adi Bing Slamet, dan Ira Maya Sopha bertempat tinggal di tabung-tabung kecil aneh dan lucu yang berada di belakang layar TV itu (saya suka berdiam di belakang lemari tempat TV diletakkan, dan mencari-cari darimana orang-orang di layar TV itu muncul). Untunglah ternyata para bintang cilik itu ternyata selamat sampai besar, tidak ikut gosong bersama TV kami.

Film produksi bule yang pertama saya tonton adalah Flash Gordon. Saya menonton di bioskop kecil di kota Karawang bersama orang tua saya. Sepertinya waktu itu umur saya 5 atau 6 tahun. Karawang adalah kota terdekat dari kampung saya. Kampung saya itu di pantai utara, ditengah-tengah perjalanan antara Karawang dan Cirebon. Saya sangat terimpresi dengan film itu. Terutama oleh Kaisar Ming yang saya pikir-pikir sekarang mirip Dedy Corbuzier, lagu Flash-nya yang dilengkingkan Freddie Mercury, dan bulu ketiak Flash Gordon yang lebat banget, terlihat jelas sewaktu tangannya diikat ke atas gara-gara ditawan oleh pasukan kerajaan Kaisar Ming. Hal-hal aneh memang biasa diingat oleh anak umur segitu mungkin ya?. Tidak banyak yang bisa saya ingat sih soal bioskop dimana film itu diputar, kecuali gelapnya. Tapi saya tenang menonton dalam gelap karena diapit oleh ibu bapak saya. Tapi sampai saya besar tidak pernah namanya nonton bareng ibu saya berlangsung aman nyaman dan tenang. Pasti kena sensor manual. Saya ingat pernah menonton film Basic Instinct bareng ibu saya pas saya sudah di bangku SMU, hampir setengah film muka saya ditutup oleh sweater oleh ibu saya.

Film Indonesia yang pertama saya tonton adalah: SANGKURIANG. Huehehehehehe. Bintang filmnya adalah Suzanna dan Clif Sangra. Saya menontonnya waktu saya SD. Bersama sepupu saya yang jauh lebih tua, di sebuah bioskop yang bangunannya dari bilik dan tiang bambu. Tanpa atap. Alias Misbar. Kalau gerimis ya ditanggung bubar. Kecuali yang menonton bawa payung mungkin. Misbar disini ya bioskop sederhana dimana kita bayar karcis masuk, bukan layar tancap yang dipasang di lapangan itu.

Lihat selanjutnya di blog ibu Mira Marsellia di sini.

Jumat, 25 Maret 2011

Nonton Akrobat

Dulu, waktu kecil (SD - 1974-1980an), aku sering nonton pertunjukan 'Akrobat' di Lapangan Pema. Mereka biasanya menampilkan atraksi-atraksi yang seperti ditampilkan di acara televisi 'THE MASTER' :

- orang naik sepeda motor dengan mata tertutup
- orang tidur di tanah, dilindas sepeda motor,

dsb...

Cukup mendebarkan waktu itu....

Selasa, 22 Maret 2011

Main Layang-layang

Waktu aku kecil, aku tidak suka main layang-layang. Kakak laki-lakiku (Slamet Kurniadi), jagoan main layang-layang.

Biasanya, mereka main layang-layang di tempat yang luas, di lapangan Pema (untuk sepak bola), atau di lokasi Stasiun Kereta Api Ngunut.

Jumat, 18 Maret 2011

Saminem

Apa arti nama 'Saminem' bagi kita?

Mungkin dia hanya seorang wanita desa biasa, yang hidup di sebuah tempat, di sebuah desa, dan melakukan hal-hal yang biasa (normal).

Namun, pagi ini, nama itu sangat berarti bagiku. Pagi ini, adikku perempuan yang tinggal di kota Blitar, Jawa Timur, meneleponku, mengabarkan bahwa 'Saminem' telah meninggal dunia.

Aku ikut berduka cita, sebab, bagiku nama itu adalah nama seorang yang pernah mengasuhku semasa aku masih balita, di desa Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur, sekitar 41 tahun yang lalu.

Aku tidak mungkin melupakan ibu ini, walau sedikit sekali kenangan yang bisa kubongkar dari memoriku. Waktu itu, aku masih sangat kecil. Tapi, beberapa tahun yg lalu aku sempat ke rumahnya, di Talun, Blitar. Aku datang bersama istri dan anakku dan keluarga adikku di Blitar.

Terima kasih ibu Saminem, aku doakan semoga ibu menerima yang terbaik dari Sang Pencipta kita!




Senin, 14 Maret 2011

Mencuri tebu

Dulu, waktu kecil, aku sering diajak teman-teman mencuri tebu di kebun. Tapi aku orangnya (waktu itu anak-anak) yang penakut. Jadi, sementara teman2 mencuri tebu, aku cuma menjadi 'penjaga' saja. Kalau mereka sudah mendapatkan tebu2 itu, aku diberi bagian...

Ya, semoga pemilik kebun tebu yang membaca ini (atau keturunannya) memaafkan kenakalan kami waktu itu...